Winter di Helsinki

Jika boleh minta satu permintaan fisik, saya ingin punya tinggi badan lebih lagi. Tentu saja ini setengah candaan yang tak terlalu serius. 🙂

10 Februari 2014

Malam itu, 10 Februari nyaris tengah malam, Jarno Vitala, host apartemen yang kami sewa di Helsinki menyambut kami. Dia bercerita mengenai hal apa saja yang perlu kami tahu dari apartemennya sambil mondar-mandir berdiri menunjukan beberapa hal. Ada kompor listrik, oven, mesin cuci dan berbagai perlengkapan lain yang cukup lengkap. Ia juga menjelaskan cara mengembalikan kunci saat kami checkout 2 hari dari malam itu. Di pojok ruangan, Indri istri saya nampak senyum-senyum melihat percakapan saya dan mas Jarno si pria Finlandia ini. Setelah Jarno pamit pulang, barulah Indri bercerita bahwa percakapan dua pria yang tadi ia lihat ibarat seekor anak ayam yang dianalogikan sebagai saya, sedang ngobrol dengan seekor kuda eropa, ibarat si Jarno nan jangkung. Saya pun akhirnya menjadi terkekeh sendiri tersadar bahwa leher saya terasa agak pegal sebab sepanjang obrolan tadi memang kepala saya mendongak ke atas untuk berkomunikasi dengan Jarno yang nampaknya tingginya minimal 2 meter sementara saya yang alhamdulilah semampai alias semeter tak sampai.

Dua jam sebelumnya

Norwegian Air Shuttle yang kami naiki dari Stockholm mendarat sekitar pukul 11 malam di Helsinki-Vantaa International Airport. Helsinki alias Helsingfors dalam Bahasa Swedia adalah ibukota negara yang dulu pernah sangat terkenal dengan Nokia yang kini agak sedikit meredup. Di negara ini pula rombongan burung-burung pemarah Angry Birds karena telurnya dicuri dikembangkan oleh perusahaan yang bernama Rovio. Untuk pengguna Linux, di kota ini pula Linus Torvalds berasal.

Setelah mengambil bagasi, saya dan Indri langsung menuju ke turis office di bandara. Kantornya memang sudah tutup, tapi ada banyak guide book, peta dan pamflet yang tersedia. Buku panduan, pamflet dan peta yang tersedia sangat lengkap menunjukan keseriusan pihak terkait di Finlandian dalam promosi pariwisatanya. Setelah cukup mengumpulkan buku dan peta yang tersedia gratis kami langsung menuju ke luar terminal bandara mengikuti panduan ke arah bus stop.

Berdasarkan pencarian internet yang saya lakukan selama mengangkasa dari Stockholm tadi, perjalanan menuju pusat kota Helsinki dilayani oleh bus nomor 615. Tarifnya adalah 4.5 Euro per orang. Tiket dapat dibeli di mesin atau bisa juga beli langsung ke supir bus. Bandara Helsinki Vantaa terletak di region bernama Vantaa dan berjarak sekitar 18 Km ke pusat kota Helsinki. Saya lupa tepatnya, perjalan bus sekitar 20-30 menit hingga kami turun di bus stop yang telah kami tandai di google maps.

Di Helsinki kami menginap di apartemen yang kami sewa melalui airbnb. Serupa dengan negara nordik yang lain, Finlandia pun adalah negara mahal. Setelah melalui beberapa pertimbangan menginap di whole unit studio apartment akan lebih ekonomis dibandingkan tinggal di hotel. Kami book sebuah apartemen studio di distrik Kallio di Helsinki. Kami memilih apartemen paling murah yang memiliki banyak review positif. Total biaya untuk 2 malam adalah 167 SGD atau sekitar 96 Euro.

Setelah turun bus kami langsung bernavigasi lagi menggunakan offline cache google maps. Hampir jam 12 malam dengan suhu yang sangat dingin tentunya. Tak lama ketika kami mulai berjalan, shower snow pun turun dengan derasnya. Sempurna sekali Helsinki menyambut kami. Kami terus berjalan melewat area residensial yang terdiri dari banyak apartemen yang cukup apik namun jalanan sudah sepi karena malam sudah larut. Lucunya di jalan kami melihat beberapa orang keluar rumah sambil membawa anjing mereka berjalan-jalan. Istri saya bilang hal tersebut adalah indikator bahwa bisa jadi salju baru turun di Helsinki sehingga beberapa orang ingin menikmati dengan berjalan-jalan ke luar. Salju terus turun dengan cukup deras sambil kami terus berjalan. Tak lama kami pun mulai mendekati apartemen. Beruntung ada sebuah mini market 24 jam hingga kami pun langsung mampir. Indri langsung membeli beberapa bahan masakan untuk keperluan selama di Helsinki.

Selesai dari mini market apartemen yang kami tuju tepat di sebelah. Kami mondar-mandir sejenak dan memeriksa alamat apartemen untuk memastikan ada di apartemen yang benar. Sebuah gerbang besi raksasa telah terkunci rapat. Setelah merasa yakin akhirnya saya pun mengeluarkan handphone untuk melihat kode pintu gerbang yang sudah dikirim host kami. Saya mengetikan nomor kode di keypad mekanik yang ada di gerbang kemudian mencoba membuka pintu. Tidak terjadi apa-apa. Saya coba sekali lagi, masih tidak bisa juga. Dua kali, tiga kali dan empat kali. Ups apakah kami ada di apartemen yang benar? Baru saja saya hendak mengeluarkan handphone untuk mengontak host kami, tiba-tiba seseorang keluar dari dalam. Melihat dua manusia tropis yang terlihat kedinginan di depan gerbang, orang yang asing tadi bertanya apakah kami hendak masuk? Kami langsung mengiyakan dan gerbang pun langsung dibuka dari dalam. Setelah berterima kasih kami kemudian berjalan dan sebuah pintu kayu besar harus dibuka agar kami bisa masuk ke lobi. Saya mencoba memasukan nomor kode lain untuk pintu ini. Beruntungnya, kali ini kode yang saya punya berfungsi dan pintu kayu raksasa pun terbuka.

Fleminginkatu, Helsinki

Apartemen kami ada di lantai 3, dan seperti beberapa gaya bangunan di Eropa, apartemen ini tidak memiliki elevator. Sesampai di lantai 3 kami langsung memencet bell unit apartemen yang kami tuju. Dua kali memencet bell akhirnya seseorang membukakan pintu. Ialah mas Jarno Vitala yang saya ceritakan di atas. Dari obrolan kami pula Jarno bercerita bahwa pintu gerbang tak bisa dibuka menggunakan kode selepas jam 9 malam. Tadi dia berharap kami akan menelepon sesampai di bawah.

Apartemen Jarno sangat stylish. Apartemen ini ada di gedung yang nampaknya cukup tua. Namun interior unit apartemen tersebut nampaknya sudah direnovasi. Di ruang utama ada sebuah meja makan sederhana, 2 atau 3 kursi santai, sebuah sofa, sebuah desktop pc dengan koneksi internet, beberapa ornamen unik di tembok dan dapur lengkap. Kamar mandinya cukup bagus dan bersih, lengkap dengan bathtub dan ada juga sebuah mesin cuci. Lalu di mana tempat tidurnya??? Untuk memaksimalkan ruang, ternyata tempat tidur dipindah di bagian atas foyer, semacam lantai mezanin dan harus dipanjat dengan tangga kayu. Kesemua bagian apartemen tersebut dapat dibilang tertata dengan sangat apik.

Setelah Jarno pulang, malam itu istri saya memasak sambil saya membongkar pakaian dan keperluan lain yang diperlukan selama kami tinggal di Helsinki. Kami tidur setelah lewat tengah malam, sementara di luar salju nampaknya masih terus turun.

11 Februari 2014

Pagi hari dimulai dari sarapan di rumah. Sisi positif dari menyewa whole unit apartemen adalah kemungkinan penghematan biaya makan. Biaya makan di resto di Eropa, terlebih lagi di negara Nordik adalah sangat mahal dan itu pun harus pandai-pandai memilih mencari yang halal. Memasak di rumah terjamin halal dan lebih ekonomis.

Kami keluar rumah sekitar jam 10 pagi. Tujuan utama kami di Helsinki adalah Suomenlinna, sebuah pulau di selatan Helsinki. Namun sebelum ke sana kami berencana berjalan-jalan dulu di pusat kota. Dari apartemen kami berjalan ke tram stop yang berada tidak jauh. Tujuan pertama adalah University of Helsinki. Saat tram datang kami langsung naik dan saya membeli daily ticket seharga 8 Euro. Bentuk tiket adalah print kertas dengan tanggal dan waktu awal aktif dari tiket. Tiket valid selama rentang 24 jam dari tanggal dan waktu yang tertera. Di Helsinki, kita bisa naik dan turun bus dan tram dari pintu mana saja. Secara teori akan ada petugas yang akan melakukan pemeriksaan secara acak mencari penumpang yang tidak mempunyai tiket. Namun pada praktiknya kami tidak menemui pemeriksaan sekali pun.

Sebagai informasi, bahasa resmi di Finlanda adalah Bahasa Finlandia dan Bahasa Swedia, meski sebenarnya penduduk natif yang berbahasa ibu Swedia berjumlah kurang dari 10% dari seluruh populasi. Oleh karena aturan perundang-undangan setiap pengumuman harus disampaikan dalam 2 bahasa tersebut. Lebih ekstrim lagi, setiap nama tempat dan termasuk jalan di Finlandia memiliki versi Bahasa Finlandia dan Bahasa Swedia. Namun Bahasa Inggris dimengerti oleh sebagian besar orang Finlandia seperti di negara-negara nordik lainnya. Bahasa Finlandia adalah bahasa yang terdengar lucu dan memiliki akar yang berbeda dari bahasa-bahasa lain di Eropa.

Wifey di University of Helsinki

Kembali ke perjalanan, kami turun di pusat kota di stop yang kami lupa namanya. Dari situ tak jauh sudah masuk kawasakan University of Helsinki. Di kampus inilah sosok legendari Linus Torvalds berkuliah dan mungkin menghack versi awal kernel Linux. Menurut kisah karena Linus digigit pinguin di Australia, maka Linux menggunakan pinguin bernama Tux sebagai logo sistem operasi yang menggunakan kernel linux.

Senat Square, Helsinki

Selain berjalan-jalan di sekitaran University of Helsinki, kami pun mampir ke kantor University Admission Finland untuk mengirimkan berkas admission master saya ke Lappenranta University of Technology yang berada di kota Lappenranta di timur Helsinki. Dari sana kami berjalan menuju ke landmark Helsinki, Katedral Helsinki (Tuomiokirkko dalam Bahasa Finlandia). Desain katedral ini sangat sederhana bila dibandingkan dengan katedral-katedral lain yang kami temukan di Eropa Timur dan Spanyol kelak. Di depan katedral adalah Senate Square. Tidak ada yang spesial dengan square ini, bisa jadi karena suasana musim dingin.

Helsinki Cathedral

Kami pun lanjut berjalan ke tempat tujuan utama di Helsinki, Suomenlinna. “If you see only one place in Helsinki in the summer, make it Suomenlinna” petikan dari wikitravel. Suomenlinna adalah bekas benteng laut terbesar di baltik. Dulu dibangun oleh Swedia dan sudah masuk UNESCO world heritage list juga. Kini Suomenlinna memang menjadi obyek wisata. Ada banyak museum selain sisa-sisa benteng di pulau itu. Namun Suomenlinna pun menjadi tempat tinggal sekitar 800 orang.

Laut Es Batu, Market Square, Helsinki

Perjalanan ke Suomenlinna dapat ditempuh menggunakan feri yang beroperasi sekitar setiap 40 menitan dan lama perjalanan sekitar 20 menit. Pada waktu itu kami bisa menggunakan tiket 24 jam Helsinki untuk feri ini. Laut Baltik di selatan Helsinki membeku di musim dingin. Feri yang kami tumpangi harus memecah lapisan-lapisan es sambil berjalan. Perjalan feri ini adalah salah satu hal terkeren yang pernah saya alami.

Ferri ke Suomenlinna

Narsis di Ferri

Es Pecah di Belakang Ferri

Sesampai di Suomenlinna kami langsung keluar feri dan di luar penumpang yang hendak menyeberang balik ke Helsinki sudah mengantri. Di depan pelabuhan ada pusat informasi turis. Agak mengejutkan bahwa di musim dingin seperti ini tetap ada petugas yang berjaga dan sama mengejutkannya, selain kami ada cukup banyak juga wisatawan yang datang. Di kantor turis ada banyak informasi seputar Suomenlinna. Kami mengambil peta pulau yang berisi daftar atraksi di pulau berikut panduan saran rute yang bisa diambil. Di pulau ini tidak ada kendaraan selain kendaraan operasional atau untuk kebutuhan darurat. Penduduk dan wisatawan sebagian besar harus berjalan kaki atau naik sepeda. Kami berkeliling pulau sekitar 2 jam hingga akhirnya memutuskan untuk kembali ke pelabuhan. Bukan karena capek namun lebih karena kedinginan.

Merapat di Suomenlinna

Suomenlinna, Finland

Suomenlinna, Frozen Island

Silent Island

Back to Helsinki

Duck on Ice

Sesampai daratan Helsinki kami mencari masjid yang tidak berhasil kami temukan. Akhirnya kami memutuskan pulang ke apartemen untuk shalat. Namun sebelumnya menyempatkan mampir ke Hakaniemi Market, sebuah pasar tradisional. Indri membeli ikan salmon untuk bahan makanan kami. Setelah shalat dan makan, sore harinya kami hanya berputar-putar naik tram dan kemudian mencoba metro Helsinki lalu kemudian pulang ke rumah.

Wifey at front of Hakaniemi Market with her salmon bag

 

Helsinki Tram (Look wifey is there)

Helsinki Metro

Keesokannya hari terakhir di Helsinki kami memutuskan tidak kemana-mana hingga siang hari saat harus berangkat ke pelabuhan menuju Estonia. Setelah packing dan sarapan di pagi hari, kami keluar apartemen setelah shalat Zuhur dan Ashar. Kami meninggalkan kunci di dalam apartemen. Perjalanan menuju pelabuhan bisa ditempuh menggunakan tram sekali naik. Berhubung tiket 24 jam kami sudah habis, kami membeli tiket sekali jalan seharga 3 Euro per orang. Sebenarnya bisa saja naik tanpa tiket namun kami memilih untuk jujur. Tram 9 adalah tram menuju pelabuhan feri. Kami turun di stop terakhir yang bernama Lansiterminaali. Cerita pun berlanjut ke Estonia.

Tinggalkan komentar